Selasa, 27 Juli 2010

Enam pertanyaan penting

Suatu hari Seorang Guru berkumpul dengan murid-muridnya. ..Lalu beliau

mengajukan enam pertanyaan...Pertama..."Apa yang paling dekat

dengan diri kita di dunia ini...???"Murid-muridnya ada yang menjawab..."orang

tua", "guru", "teman", dan"kerabatnya"...Sang Guru menjelaskan semua

jawaban itubenar...Tetapi yang paling dekat dengan kita

adalah "kematian".. .Sebab kematian adalah PASTI adanya..... Lalu Sang Guru

meneruskan pertanyaan kedua..."Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia

ini...???"Murid-muridnya ada yang menjawab..."negara

Cina", "bulan", "matahari", dan"bintang-bintang" ... Lalu Sang Guru

menjelaskan bahwa semua jawaban yang diberikan adalah benar...Tapi yang

paling benar adalah "masa lalu"...Siapa pun kita... bagaimana pun

kita...danbetapakayanya kita... tetap kita TIDAK bisa kembali ke masa

lalu...Sebab itu kita harus menjaga hari ini... dan hari-hari yang akan datang..

Sang Guru meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga..."Apa yang paling

besar di dunia ini...???"Murid-muridnya ada yang menjawab"gunung", "bumi",

dan "matahari".. . Semua jawaban itu benar kata Sang Guru ... Tapi yang

paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "nafsu"...Banyak manusia menjadi

celaka karenamemperturutkan hawa nafsunya...Segala cara dihalalkan demi

mewujudkan impian nafsu...Karena itu, kita harus hati-hati dengan hawa nafsu

ini... jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka (atau kesengsaraan

duniadan akhirat)... Pertanyaan keempat adalah..."Apa yang paling berat di

dunia ini...???"Di antara muridnya ada yang menjawab..."baja", "besi",

dan "gajah"..."Semua jawaban hampir benar...", kata Sang Guru ..tapi yang

paling berat adalah "memegang amanah"... Pertanyaan yang kelima

adalah... "Apa yang paling ringan di dunia ini...???"Ada yang

menjawab "kapas", "angin", "debu",

dan"daun-daunan" ..."Semua itu benar...", kata Sang Guru... tapi yang paling

ringan di dunia ini adalah "meninggalkan Kebajikan"... Lalu pertanyaan keenam

adalah..."Apakah yang paling tajam di dunia ini...???"Murid-muridnya

menjawab dengan serentak..."PEDANG...!! !""(hampir) Benar...", kata Sang

Gurutetapi yang paling tajam adalah "lidah manusia"...Karena melalui lidah,

manusia dengan mudahnyamenyakiti hati... dan melukaiperasaan saudaranya

sendiri... Sudahkah kita menjadi insan yang selalu ingatakan KEMATIAN...

senantiasa belajar dari MASA LALU... dan tidak memperturutkan NAFSU...???

Sudahkah kita mampu MENGEMBAN AMANAH sekecil apapun... dengan tidak

MENINGGALKAN Kebajikan.... serta senantiasa MENJAGA LIDAH kita...???

Semenit saja

Betapa besarnya nilai uang kertas senilai Rp.100.000 apabila dibawa ke
Vihara untuk disumbangkan;
namun betapa kecilnya kalau dibawa ke Mall untuk dibelanjakan!

Betapa lamanya melayani Dhamma selama lima belas menit namun
betapa singkatnya kalau kita melihat film.

Betapa sulitnya untuk mencari kata-kata ketika menjelaskan Dhamma kepada
orang lain (spontan)
namun betapa mudahnya kalau mengobrol atau bergosip dengan pacar / teman
tanpa harus berpikir panjang-panjang.

Betapa asyiknya apabila pertandingan bola diperpanjang waktunya ekstra
namun kita mengeluh ketika Dhammadesana di Vihara lebih lama sedikit
daripada biasa.

Betapa sulitnya untuk membaca satu ayat Dhammapada tapi
betapa mudahnya membaca 100 halaman dari novel yang laris.

Betapa getolnya orang untuk duduk di depan dalam pertandingan atau konser
namun lebih senang berada di kursi paling belakang ketika berada di Vihara

Betapa Mudahnya membuat 40 tahun kamma buruk demi memuaskan nafsu birahi
semata, namun alangkah sulitnya ketika menahan nafsu selama 3 hari ketika
menjalankan atthasila.

Betapa sulitnya menyediakan waktu untuk berbuat kebajikan; namun
betapa mudahnya menyesuaikan waktu dalam sekejap pada saat terakhir untuk
event yang menyenangkan.

Betapa sulitnya untuk mempelajari arti yang terkandung di dalam Tipitaka;
namun betapa mudahnya untuk mengulang-ulangi gosip yang sama kepada orang
lain.

Betapa mudahnya kita mempercayai apa yang dikatakan oleh koran namun
betapa kita meragukan apa yang dikatakan oleh Tipitaka .

Betapa setiap orang ingin masuk nibbana seandainya tidak perlu untuk
percaya atau berpikir,atau mengatakan apa-apa,atau berbuat apa-apa.

Betapa kita dapat menyebarkan seribu lelucon melalui e-mail, dan
menyebarluaskannya dengan FORWARD seperti api; namun
kalau ada mail yang isinya tentang kebajikan betapa seringnya kita
ragu-ragu, enggan membukanya dan mensharingkannya, serta langsung klik pada icon DELETE.

ANDA TERTAWA ...? atau ANDA BERPIKIR-PIKIR. ..?
Sebar luaskanlah Sabda Buddha, bersyukurlah kepada Para Dewa dan Naga,
apabila anda tidak memFORWARD pesan ini.
Betapa banyak orang tidak akan menerima pesan ini walau hanya semenit saja?

Sumber : http://forumm.wgaul.com/showthread.php?t=63861&page=6

Minggu, 18 Juli 2010

Ehipassiko

Ehipassiko ..
Come and see you'll know ..
The teaching of peace .. The teaching of love ..
The teaching of the Buddha, it's for all ..
Who want be free .. Forever more ..

Don't Just Believe .. Investigate ..
Do not simply accept .. What you hear or see ..
So don't just agree .. You've got to verify ..
Not even if it's uttered by me ..

When you know that is good .. And it's praise by the wise..
Then live up to it .. The rest of your life ..

Jumat, 02 Juli 2010

Bhikkhu Sangat Di Hormati Tetapi Tidak Di Tiru

Bhikkhu Sangat Di Hormati Tetapi Tidak Di Tiru



Bagi setiap umat Buddha, bhikkhu adalah figur yang sangat dihormati. Bhikkhu dianggap sebagai “simbol” dari kebajikan, simbol keluhuran Dhamma, dan tempat yang meminta nasihat. Kehidupan bhikkhu yang begitu sederhana, selalu berpijak pada peraturan kedisiplinan (vinaya) yang tinggi serta pengabdi yang tak mengenal pamrih ini benar-benar merupakan suri teladan yang sangat dihormati oleh setiap umat Buddha maupun anggota masyarakat yang lainnya.

Aturan-aturan kedisiplinan yang begitu ketat membuat kehidupan seorang bhikkhu menjadi sangat jauh dari segala bentuk kejahatan, tipu muslihat, kelicikan dan dengki. Mereka selalu berusaha untuk membasmi semua bentuk pikiran, ucapan dan perbuatan yang tidak baik dalam dirinya, dan selalu berusaha untuk membangkitkan nilai-nilai kebajikan dari dalam dirinya untuk kemajuan batinnya dan demi kepentingan masyarakat.

Mereka selalu memberikan bimbingan Dhamma, mencerdaskan umat Buddha agar bisa mengerti dan memahami Kebenaran yang diajarkan oleh Sang Buddha, membimbing kita semua agar selalu berjalan dalam Dhamma untuk mencapai kebahagiaan, serta selalu menjadi “kawan” terbaik yang bisa memberikan nasihat di setiap saat kita menghadapi berbagai problema kehidupan.

Oleh karena itu, seorang bhikkhu sangat dihormati oleh setiap umat Buddha. Dimanapun kita menjumpai satu atau beberapa orang bhikkhu, kita tak segan-segan untuk merangkapkan kedua tangan didepan dada – beranjali – sambil menundukkan kepala sebagai perwujudan rasa hormat yang mendalam. Bahkan tidak jarang kita membungkukkan badan, sehingga kepala menyentuh tanah untuk bernamaskara kepada seorang Bhikhu.

Begitu hormatnya seorang umat Buddha kepada bhikkhu, sehingga ia rela bersujud sampai kepala yang sangat dihormatinya itu menyentuh tanah. Umat Buddha sangat menghormati keteladanan yang telah ditunjukkan oleh para bhikkhu melalui praktek kehidupan yang sangat sederhana tetapi penuh dengan keluhuran.

“Bhikkhu memang sangat dihormati, tetapi bhikkhu sangat berbeda dengan guru. Kalau bagi masyarakat Jawa, “guru” itu digugu dan dituru, namun, seorang bhikku hanya digugu tetapi tidak ditiru.” Demikian petikan dari salah sebuah ceramah yang pernah disampaikan oleh Sri Pannavaro Sanghanayaka Thera, bhikkhu muda yang sangat mahir dalam membabarkan Dhamma.

Mengapa bhikkhu hanya digugu tapi tidak ditiru? Meskipun semua orang begitu menghormati bhikkhu, berapa persenkah diantara mereka yang mau meniru kehidupan seorang bhikkhu? Berapa orang diantara sekian juta umat Buddha di Indonesia yang bersedia menjadi bhikkhu? Bhikkhu memang dihirmati, disanjung dan bahkan disujuti, tetapi... masih terlampau sedikit umat yang mau “meniru” kehidupan bhikkhu.

Melepaskan Kebahagiaan Duniawi.

Banyak perbuatan baik yang bisa dilakukan oleh setiap orang. Misalnya berdana kepada mereka yang memerlukan, membangun rumah sakit, mengunjungi panti asuhan, menyokong ayah dan ibu, saling membantu jika ada yang menghadapi kesusahan, memaafkan kesalahan orang lain, dan lain-lain. Perbuatan-perbuatan bajik seperti ini sering kita lakukan dimana dan kapan saja.

Namun, ada satu jenis kebajikan yang mungkin akan sangat sulit dilakukan oleh setiap orang. Tidak semua orang dapat dan mampu melakukannya. Apalagi dalam zaman modern seperti sekarang ini, dimana setiap orang berusaha untuk memenuhi setiap keinginan untuk memuaskan diri pribadi.

Kebajikan yang sangat sulit dilakukan ini hanya dapat ditempuh dengan keinginan yang luar biasa kuatnya, keinginan yang bisa mengalahkan setiap ambisi. Keinginan ini sesungguhnya merupakan keinginan unuk mendapatkan sesuatu yang jauh lebuh besar dari apa yang bisa dicapai oleh mereka yang enggan menempuh kebajikan ini.

Apakah sesungguh perbuatan bajik yang sangat luar biasa ini?

Kebajikan ini tak lain adalah memutuskan semua keinginan duniawi, mengalahkan setiap godaan nafsu, untuk kemudian memasuki kehidupan sederhana yang sangat minim kebutuhannya – menjalankan kehidupan kebhikkhuan.

Tidak semua orang bisa melakukan kebajikan ini. Sebab terlalu banyak hal yang membelenggu dan mencegah umat manusia untuk memasuki dunia kebhikkhuan. Nafsu keinginan dan keterikatan pada hal-hal duniawi adalah faktor utama yang teramat sulit untuk dipatahkan.

Oleh karena itu, mereka yang mempunyai tekad yang kuat dan berhasil melangkah memasuki kehidupan kebhikkhuan, sesungguhnya merupakan orang-orang yang sangat gigih dan ulet dalam perjuangan moralnya. Orang seperti ini sangat langkah dalam dunia modern sekarang ini.

Dalam kitab suci Dhammapada ayat 103 tercantum sabda Sang Buddha:

“Walaupun seribu kali seseorang apat menakllukkan seribu musuh dalam satu pertempuran, namun orang yang bisa menaklukkan dirinya sendiri sesungguhnya merupakan penakluk terbesar.”

Setiap umat Buddha menyadari hal ini, sehingga mereka semua memberi hirmat yang sangat besar kepada setiap orang yang menjalankan kebhikkhuan. Mereka menghormati bhikkhu karena kemampuannya untuk melepaskan ikatan duniawi, karena kemurniannya dalam menjalankan peraturan hidup sederhana, dan karena bimbingan-bimbingan Dhamma yang diperoleh untuk menuju kebahagiaan.

Kegiatan Bhikkhu Sehari-hari.

Setiap bhikkhu memiliki kewajiban untuk mengembangkan batinnya sendiri dan membimbing dalam jalan yang benar. Di samaping melayani kebutuhan ritual, seorang bhikkhu harus tekun mempelajari Dhamma dan bermeditasi untuk mengembangkan kebijaksanaan, disamping menjalankan sejumlah peraturan kebhikkhuan.

Secara umum, corak kehidupan bhikkhu bisa dibedakan atas dua jenis, yaitu:

* Bhikkhu yang mengutama latihan yaitu para bhikkhu yan senang bermeditasi dihutan-hutan atau ditempat-tempat terpencil untuk mengembangkan kebijaksanaannya. Mereka umumnya hidup menyepi, jauh dari keramaian, dan hanya mengunjungi umat pada saat pindapata untuk menerima persembahan dana makanan.
* Bhikkhu yang mengutamakan pelayanan terhadap umat yaitu para bhikkhu yang hidup dalam lingkungan masyarakat. Ada yang menjadi guru agama, melayani kebutuhna umat untuk melakukan upacara ritual, menjadi penerjemah, ikut aktif dalam organisasi sosial keagamaan, dan lainlain.

Kedua kelompok bhikkhu ini mempunyai penekanan dalam praktik yang berbeda. Namun bukan berarti bahwa kelimpok yang satu tidak melayani masyarakat dan yang lainnya tidak pernah bermeditasi untuk mengembangkan batin. Kedua kelompok ini sama-sama harus melaksanakan praktik meditasi maupun pelayanan kepada masyarakat, hanya saja penekanannya berbeda.

Tak mungkin ada bhikkhu yang mengutamakan latihan kemudian hidup tanpa memerlukan umat. Ia tetap masih memerlukan partisipasi umat, dan ia masih tetap berkomunikasi dengan umat jika ada yang datang meminta nasihat kepadanya. Begitu pula, kelompok bhikkhu yang mengutamakan pelayanan kepada masyarakat pun harus memikirkan perkembangan batinnya. Ia harus tetap tekun menjalankan sila dan bermeditasi agar bisa tercapai cita-citanya sebagai bhikkhu.

Dalam sebuah vihara, biasanya terdapat semacam peraturan yang disepakati bersama oleh setiap bhikkhu sebagai jadwal kegiatan rutin. Pagi hari, biasanya mereka melakukan pembacaan paritta pagi dan melakukan meditasi sebelum tiba saat untuk sarapan pagi.

Setelah itu, para bhikkhu menerima umat/tamu, berbincang-bincang atau memberikan wejangan Dhamma. Ada bhikkhu yang memenuhi permintaan umat untuk membacakan paritta, ada pula yang belajar.membaca ajaran-ajaran Sang Buddha di perpusktaan, dan sebagainya.

Bhikkhu akan makan siang sekitar pukul 11-12 siang. Setelah berisirahat sebentar, para bhikkhu ada yangmenerima tamu, ada yang memberikan ceramah, ada yang mengajar di sekolah sebagai dosen, ada yang mengerjakan tugas organisasi, ada yang belajar Dhamma, dan lain-lain.

Menjelang malam hari, para bhikkhu kembali membacakan paritta senja dan melakukan meditasi. Malam hari biasanya para bhikkhu diundang untuk membacakan paritta di rumah-rumah duka, memberikan ceramah dalam kebaktian, dan sebagainya.

Pada setiap hari uposatha, para bhikkhu akan berkumpul di depan altar Sang Buddha di Uposathagara untuk mendengarkan pembacaan patimokkha (aturan kedisplinan), yang biasanya diawali dengan pemberitahuan atau saling meminta maaf atas pelanggaran-pelanggaran terhadap vinaya.

Sehari sebelum hari uposatha para bhikkhu melakukan dandakamma (mencukur rambut, kumis dan jenggot).

Bagi bhikkhu yang tinggal di kota-kota besar, kegiatan untuk melayani umat sering merupakan kegiatan terbanyak. Sebab tidak sedikit umat yang mengundang bhikkhu untuk kepentingan ritualnya, antara lain untuk pemberkatan rumah/usaha baru, menerima undangan makan, membaca paritta untuk orang sakit/ meninggal, dan lain-lain.

Disamping itu, tak jarang bhikkgu harus menjadi “pendengar” yang baik ats semua keluhan/penderitaan yang dialami oleh umat, kemudian berusaha untuk memberikan jalan keluarnya berdasarkan ajaran Sang Buddha. Entah disadari atau tidak, mayoritas umat Buddha pasti mengharapkan agar bhikkhu bisa membantunya untuk menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapinya, baik itu persoalan keluarga, dagang, hubungan antar manusia, dan sebagaianya.

Perilaku Umat Terhadap Bhikkhu

Di dalam Sigalovada Sutta, Sang Buddha berkata kepada seorang pemuda yang bernama Sivali:

“Dengan enam cara seorang bhikkhu akan melayani umat”

1. Mencegah mereka berbuat jahat.
2. Menganjurkan mereka berbuat kebajikan.
3. Mencintai mereka dengan penuh kasih sayang.
4. Mengajar sesuatu yang mereka belum pernah dengar.
5. Memperbaiki dan menjelasskan sesuatu yang mereka pernah dengar.
6. Menunjukkan jalan ke Nibbana.

Dan, dengan lima cara seorang umat akan melayani para bhikkhu:

1. Dengan perbuatan yang penuh kasih sayang.
2. Dengan ucapan yang ramah tamah.
3. Dengan pikiran yang penuh kasih sayang.
4. Dengan selalu membuka pintu untuk mereka.
5. Dengan memberikan keperluan hidup mereka.

Sang Buddha mengajarkan tentang perilaku timbal-balik antara bhikkhu dan umat./ Setiap bhikkhu mempunyai kewajiban terhadap umat, dan setiap umat pun harus melaksanakan kewajibannya kepada bhikkhu. Cara hidup yang saling menguntungkan, saling bantu-membantu, dan saling menyokong ini hendalnya selalu kita terapkan.

Kesediaan bhikkhu untuk selalu melayani umat membuat para bhikkhu semakin dekat di hati umat. Suasana keakraban tercipta lewat keramahan para bhikkhu. Lambat laun hal ini membuat umat semakin terbiasa dengan kebiasaan para bhikkhu. Sehingga keakraban ini kadang kala membuat umat menjadi lupa diri. Tanpa disadari sering terlontar ucapan-ucapan yang tidak pantas untuk disampaikan kepada seorang bhikkhu.

Misalnya: kata-kata “guyonan’ yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi teman sebaya, “Hei, Bhante.” “Dasarn, Bhante.” “Kesini dong, Bhante.” Dan masih banyak lagi contoh-contoh sapaan lain yang tapa sadar terlontar dari mulut umat yang akhirnya mengabaikan tata krama karena “merasa’ sudah cukup “akrab” dengan para bhikkhu.

Pernah suatu ketika, seorang ibu yang cukup lanjut usia datang ke sebuah vihara. Dengan muka yang cukup sedih dia masuk ke kuti. Kebetukan ada seorang bhikkhu di dalamnya. Dengan kesedihannya, ibu ini datang menghampiri bhikkhu seraya ingin memegang tangan bhikkhu untuk memberikans alam. Tentu saja bhikkhu ini buru-buru menghindar untuk mencegah “kontak” yang tidak perlu. Ketidak-tahuan membuat ibu ini berbuat demikian.

Ada lagi kasus lain yang pernah terjadi di sebuah vihara. Seorang gadis menelephon untuk minta bicara dengan seorang bhikkhu. Kebetulan bhikkhu itu tidak berada ditempat. Gadis ini denga kalimatnya yang cengene terus memaksaakan ingin bertemu dengan bhikkhu yang dicarinya.

Pantaskah tindakan ini bagi seorang umat yang menghormati bhikkhunya?

Disaat seseorang mengalami musibah, menghadapai persoalan atau mengalami depresi, seorang bhikkhu sering menjadi tempat untuk meminta bimbingan dan nasihat yang paling tepat. Umat yang demikian akan sering mengunjungi bhikkhu untuk berkonsultasi, dan bhikkhu pun akan selalu siap untuk membantu.

Lama kelamaan, umat akan semakin mengagumi bhikkhu. Ia akan melihat bhikkhu sebagai seorang insan yang sangat baik dan sangat bijaksana. Bhikkhu adalah orang yang penuh pengertian, yang bisa memahami kesulitan yang kita hadapi dan bisa membantu kita dalam suka dan duka.

Pandangan yang penuh kekaguman ini lambat laun akan berkembamng, berkembang, dan berubah, menjelam menjadi perasaan simpati, akhirnya berubah wujud menjadi “kemelekatan”. Beruntunglah kalau umat dan bhikkhu segera menyadari hal ini. Jarak tetap akan dijaga.

Namun, bagaimana kalau hal sebaliknya yang terjadi?

Bhikkhu pun Perlu Dukungan.

Hendaknya umat menyadari pengabdian seorang bhikkhu yang tanpa pamrih. Pelayanan bhikkhu terhadap umat seharusnya dibalas dengan perilaku yang baik dan sopan. Pengethuan umat tentang peraturan yang dijalankan oleh para bhikkhu mutlak diperlukan agar bisa membantu para bhikkhu dalam menjaga kemurnian sila.

Kelanggengan kebhikkhuan seseorang sangat diperlukan, baik oleh bhikkhu itu sendiri maupun oleh umat Buddha. Seorang bhikkhu perlu mempertahankan keteguhannya dalam menjalankan vinaya, agar cita-cita luhurnya bisa tercapai. Umat pun perlu mengusahakan agar setiap bhikkhu dapat hidup dengan layak, jauh dari segala godaan yang bisa mempengaruhi pratik kehidupan sucinya, sehingga para bhikkhu tetap bisa memberikan pelayanan ritual dan bimbingan Dhamma kepada kita semua.

Dengan sangat sulit untuk melepaskan ikatan keduniawian. Sangat sulit untuk melangkah memasuki dunia kebhikkhuan. Oleh karena itu, sangat langka bhikkhu yang baik di tanah air kita.

Dengan menyadari hal ini, dengan mengutamakan kepentingan orang banuyak, marilah kita ciptakan kondisi yang baik untuk seorang bhikkhu melaksanakan kehidupan sucinya. Mereka pun butuh dukunga moral dari setiap umat Buddha, sebagaimana kita membutuhkan bimbingan Dhamma dari mereka.

Sumber : Artikel Buddhis . http://www.facebook.com/group.php?gid=62042742642&ref=search#!/artikelbuddhis?v=wall