Selasa, 15 Juni 2010

God ?

Apakah agama Buddha tidak mengenal Tuhan?

Pernah dalam suatu pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, bhikkhu kita ditanya oleh salah seorang tokoh agama sebagai berikut : Bapak Bhikkhu yang terhormat, saya telah membaca banyak kitab suci agama Buddha tetapi saya tidak bisa menemukan kata-kata Tuhan di manapun juga. Apakah agama Buddha tidak berTuhan? Bhikkhu kita tersebut lalu menjawab dengan enteng Lho, bukankah di kitab-kitab suci Bapak-Bapak sekalian juga tidak ada kata-kata Tuhan?

Jawaban tersebut tentunya menimbulkan reaksi keras dari para tokoh agama yang hadir di situ, salah satunya bahkan berinisiatif menunjukkan betapa banyaknya tulisan Tuhan di kitab sucinya. Bhikkhu tersebut lalu berkata : Itu kan kitab suci yang sudah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, kalau dalam kitab suci yang asli kan tidak ada kata Tuhan. Mereka terdiam dan berpikir. Akhirnya mereka mengakui bahwa apa yang diucapkan bhikkhu tersebut mengandung kebenaran. Kitab suci Nasrani dalam bahasa aslinya Ibrani menyebut Tuhan sebagai Yahwe, sedangkan di Al Quran menyebut Tuhan dengan Allah, di Hindu dengan Sang Trimurti Brahma Siwa Wisnu(mohon maaf bila ada kesalahan istilah dan ejaan).

Sedangkan kata Tuhan sendiri berasal dari bahasa kawi, dari kata TUAN' yang artinya 'yang disembah'. Bhikkhu tersebut kemudian bertanya kepada para tokoh agama tersebut atas dasar apa kata Yahwe, Allah, Sang Trimurti, lalu diterjemahkan menjadi kata Tuhan, apakah sosok Tuhannya sama? Kata water, banyu, sui bisa diterjemahkan menjadi kata air dalam bahasa Indonesia karena mengacu pada benda yang sama. Lalu apakah Tuhan dari agama-agama tersebut mengacu pada Sesuatu yang sama? Para tokoh agama tersebut akhirnya sepakat mengakui bahwa secara umum kelihatannya sama tetapi sebenarnya memiliki banyak perbedaan konsep yang cukup signifikan. Sangat diragukan mengacu pada Tuhan yang sama, kalau toh mau dianggap sama itupun hanya berupa anggapan belaka, bukan suatu kebenaran. Oleh karena itu wajar dan sah saja bila konsep Tuhan di dalam agama Buddha berbeda dengan konsep Tuhan di agama-agama lain. Bhikkhu tersebut juga menjelaskan bahwa konsep Tuhan dalam agama Buddha jarang sekali diterjemahkan menjadi kata Tuhan karena menghindari pemahaman yang bias. NIBBANA sebagai konsep Ketuhanan dalam agama Buddha lebih sering ditulis dalam bahasa aslinya untuk menghindari salah persepsi.


NIBBANA konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama buddha

Para tokoh nasional kita di masa lampau kelihatannya sudah memikirkan baik-baik segala konsekuensi yang ada pada saat menyusun Pancasila Dasar Negara kita. Mungkin karena itulah sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan YME dan bukannya Tuhan Yang Maha Esa. Kalau Tuhan Yang Maha Esa bisa diartikan satu sosok Tuhan tunggal yang tidak ada duanya di mana kita harus mengakui adanya satu sosok tunggal itu dan bukan yang lain.
Hal itu tidak mungkin karena tiap agama masing-masing memiliki Konsep Tuhan yang tidak persis sama satu dengan lainnya. Ketuhanan YME lebih bisa merangkul semua pihak karena semua agama pasti memiliki Konsep Tuhan Yang Tunggal meskipun Konsep Tuhan masing-masing tidak persis sama.


Bhikkhu kita tersebut lalu menjawab dengan enteng Lho, bukankah di kitab-kitab suci Bapak-Bapak sekalian juga tidak ada kata-kata Tuhan?

Ketuhanan YME mengisyaratkan kehidupan bernegara dan berbangsa (dalam hal ini beragama) harus berlandaskan pada pengakuan akan adanya konsep Tuhan yang tidak mendua atau banyak tetapi benar benar tunggal (Maha Esa).

Nibbana adalah sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak diciptakan,yang mutlak ( asankhata / bukan perpaduan/tunggal/esa), Nibbana bukan tempat (surga) atau makhluk adikodrati. Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menjelaskan Nibbana, tetapi Nibbana bisa dialami/ direalisasikan oleh siapa saja yang mau melatih dirinya sesuai Dhamma Sang Guru Agung Buddha Gotama.

Nibbana merupakan tujuan tertinggi dari umat Buddha, tujuan hidup, kondisi keabadian tanpa kelahiran, tanpa kematian dan tanpa penderitaan. Nibbana (yang mutlak/ tunggal/esa/ asankhata) merupakan konsep Ketuhanan YME dalam Agama Buddha. Sering kita ditanya mengapa Nibbana tidak bisa dijelaskan kata-kata. Jawabannya cukup sederhana, karena banyak hal yang kita jumpai di dunia ini, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sebagai contoh adalah warna. Misalkan kita memegang kain warna kuning tertentu, maka sulit bagi kita untuk menjelaskan secara tepat seberapa kuning warna kain itu pada teman kita lewat pesawat telepon. Kita harus menunjukkan sendiri kain itu baru tidak diperlukan penjelasan lewat kata-kata lagi. Yang lebih mustahil bila kita harus menjelaskan warna itu pada orang buta sejak lahir. Biar kita tempelkan ke pipi orang itu, kita suruh dia cium baunya tetap tidak akan berhasil. Satu-satunya jalan adalah mengobati mata orang tersebut sampai sembuh, baru orang itu mengerti warna kain tanpa perlu dijelaskan lagi. Demikian pula dengan Nibbana, sudah begitu banyak Siswa Mulia Sang Buddha yang merealisasikan Nibbana, namun sebagaimanapun jelasnya Nibbana bagi Mereka, tetap tidak akan bisa dijelaskan pada kita-kita yang belum mencapainya. Kita tetap seperti orang buta tadi.

Satu satunya jalan adalah membuka mata batin kita dengan latihan sungguh-sungguh sesuai petunjuk Mereka yang telah pernah mencapainya, baru Nibbana akan menjadi jelas buat kita. Kalau kita terus berusaha membayangkan Nibbana bahkan terus bertanya-bertanya maka kita akan jadi seperti orang buta yang terus bertanya-tanya mengenai warna kain dengan cara disentuh, dicium dan sebagainya. Hal itu akan sia-sia.


Nibbana merupakan tujuan tertinggi dari umat Buddha, tujuan hidup, kondisi keabadian tanpa kelahiran, tanpa kematian dan tanpa penderitaan. Nibbana (yang mutlak/tunggal/esa/
asankhata) merupakan konsep Ketuhanan YME dalam Agama Buddha.


Dicopy dari:
Buddhist Theravada(Buddha Dhamma)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar